Sejarah Desa
Sejarah Pemerintahan Desa Tomeang
Sejak awal mula terbentuk, Desa Tomeang telah mengalami 15 kali pergantian pemimpin pemerintahan sampai dengan saat ini. Berikut adalah sejarah kepemimpinan Pemerintahan di Desa Tomeang :
No | Tahun | Nama | Jabatan |
---|---|---|---|
1 | 1910 - 1925 | LADIHI | Kepala Kampung |
2 | 1925 - 1957 | TUNAI HUBU | Kepala Kampung |
3 | 1957 - 1959 | NGGILU PANIGORO | Kepala Kampung |
4 | 1959 - 1961 | HASIM DJIMAN | Kepala Kampung |
5 | 1961 - 1965 | DJAMIL LAMBAGA | Kepala Kampung |
6 | 1965 - 1967 | SALEH YASIN | Kepala Kampung |
7 | 1967 - 1970 | DJAFAR MO'O | Kepala Desa |
8 | 1970 - 1978 | MACHMUD KAILI | Kepala Desa |
9 | 1978 - 1997 | DJAFAR MO'O | Kepala Desa |
10 | 1997 - 2000 | HAYUN S. NGEAP | Kepala Desa |
11 | 2000 - 2005 | ABD. KAHAR KATILI | Kepala Desa |
12 | 2005 - 2010 | IRFAN PANTOIYO | Kepala Desa |
13 | 2010 - 2016 | DJAFAR B. HUSEN | Kepala Desa |
14 | 2016 - 2022 | NURDIN PANTOIYO | Kepala Desa |
15 | 2022 s/d Sekarang | ANDIKA KULAP | Kepala Desa |
Kilas Sejarah Desa
Penduduk asli yang mendiami daerah pesisir daratan Tomeang adalah Suku Loinang yang asal-usulnya dari Kampung Balowa. Sistem perekonomian mereka pada saat itu adalah bercocok tanam, dengan sistem membuka perkebunan berpindah-pindah lahan (ladang), sehingga hampir semua kawasan yang ada di Desa Tomeang adalah bekas kebun berpindah-pindah. Suku Loinang mendiami daerah pedalaman Pegunungan Hek di wilayah yang saat ini bernama Kecamatan Nuhon, yang merupakan bagian Kabupaten Banggai, Propinsi Sulawesi Tengah
Berdasarkan legenda, beberapa orang dari suku Loinang yang dipimpin oleh Kepala Suku bernama Rawedeng, melakukan perjalanan kearah pantai. Setelah melakukan perjalanan berjam-jam sampailah mereka disuatu tempat di dekat pantai sambil beristirahat. Ditempat ini terdapat sebuah pohon yang konon merupakan pohon yang paling besar diantara pohon-pohon disekitarnya. Pohon ini adalah merupakan pohon yang saat itu sudah dikenal dengan nama Kayu Temeang. Timbullah keinginan dari orang-orang suku Loinang yang melakukan perjalanan ini untuk menamai tempat ini. Setelah mencari-cari nama yang pas, akhirnya mereka bersepakat untuk menamai tempat ini dengan nama pohon yang paling besar tersebut, yaitu Temeang. Dan akhirnya mereka mulai mendirikan rumah-rumah khas suku Loinang ditempat bernama Temeang ini.
Seiring berjalannya waktu, tempat ini kemudian ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai daerah dan dari berbagai suku. Mulai dari suku kaili, suku gorontalo, Bugis, dll.. tak ketinggalan suku Saluan yang berasal dari daerah Pagimana yang kemudian menjadi penduduk Desa Temeang.
Di era kemerdekaan ini, nama Temeang oleh Pemerintah Desa melalui musyawarah para sesepuh adat dan tokoh masyarakat kemudian diganti dengan nama Tomeang, dengan alasan agar lebih mudah diucapkan dan dingat.